Rss Feed Facebook Twitter Google Plus

post:


Sunday, June 23, 2013

Wafuku (和服)


Salah satu ikon dalam kebudayaan Jepang yang telah dikenal oleh masyarakat dunia secara luas adalah kimono, yaitu pakaian tradisional Jepang yang digunakan baik oleh laki-laki, perempuan, maupun anak-anak. Meski kebanyakan orang Jepang zaman sekarang memakai baju bergaya Barat dalam kehidupan sehari-hari, Kimono dan Yukata masih populer hingga sekarang, baik untuk acara formal maupun pakaian di rumah.

Namun, masih banyak orang yang cukup sulit untuk membedakan antara kimono dan yukata, termasuk saya sendiri. Sebelum mengikuti kelas Nihon Bunka Taiken, saya selalu menyebut baju traditional Jepang dengan sebutan kimono. Namun setelah mendapat penjelasan dari Ibu Florentine Widiastuti, pemilik Utsukushii Yukata yang menyempatkan diri untuk memberikan penjelasan kepada kami seputar baju traditional Jepang ini, saya dapat mengenali perbedaaan antara Kimono dan Yukata.

Kimono dikenal sebagai baju tradisional Jepang yang terbuat dari sutera dan diperlukan penanganan khusus dalam pemeliharaannya. Sekilas, Kimono terlihat sama dengan Yukata, baju tradisional musim panas yang sering dikenakan pada event budaya Jepang, yang belakangan ramai digelar di Indonesia. Yuk simak dalam bahasan berikut, perbedaan antara Kimono dan Yukata.

Kimono

Kata kimono berasal dari kanji 着 (ki) yang berarti "pakai" dan 物 (mono) yang berarti “benda”, sehingga kimono diartikan sebagai benda yang dikenakan atau benda yang dipakai. Secara umum, kimono berupa kain yang menyerupai mantel yang berlengan panjang dan berkerah lebar, dengan bentuk yang menyerupai huruf "T". Kimono berukuran panjang hingga pergelangan kaki dan kerah bagian kiri harus berada di atas kerah bagian kanan. Sedangkan untuk acara berduka/ kimono untuk orang yang sudah meninggal dipakaikan sebaliknya, yaitu kerah bagian kanan berada di bawah kerah bagian kiri.

Kimono yang ada pada saat ini semakin kaya akan motif dan semakin disesuiakan dengan perkembangan zaman. Tidak hanya dari segi motif, tetapi juga dari bentuk obi sebagai pelengkap kimono dan dikatakan bahwa terdapat sekitar 300 cara yang berbeda di dalam memakai obi.

Dalam kebudayaan Jepang, kimono tidak hanya dianggap sebagai pakaian tradisional akan tetapi memiliki nilai dan arti yang sangat penting. Kimono dilihat sebagai sebuah simbol dan identitas dari pemakai seperti personalitas, usia, status sosial, dan status pernikahan seseorang. Informasi atas simbol tersebut ditunjukkan dalam bahan, motif, komposisi warna, dan bentuknya.


Sekarang, kimono tidak lagi dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, melainkan hanya dipergunakan dalam acara-acara tertentu saja, seperti pernikahan, perayaan tahun baru, dan lainnya. Hal ini disebabkan karena orang Jepang menganggap Kimono terlalu susah untuk dipakai dan agak ribet jika dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti bekerja.

Yukata


Selain kimono, yukata juga merupakan salah satu pakaian tradisional Jepang yang cukup dikenal dan digemari secara luas. Yukata dikenal tidak hanya di Jepang bahkan hingga ke luar Jepang. Yukata memiliki bentuk yang senada dan juga memiliki corak yang hampir mirip dengan kimono, sehingga terkadang orang mengira bahwa kimono dan yukata adalah sama. Padahal yukata cukup berbeda apabila dibandingkan dengan kimono.

Nama yukata, berasal dari kata 浴 (yu) yang berarti "mandi" dan 衣 (katabira) yang berarti "baju dalam", sehingga yukata dapat diartikan secara harfiah sebagai baju dalam yang dikenakan ketika akan atau setelah mandi.

Apabila ditilik dari sisi historis, pada Zaman Heian (794-1185), terdapat kebiasaan para bangsawan Jepang yang menjadi populer di masa tersebut, yaitu menggunakan kain linen untuk menutupi badan setelah selesai mandi. Kebiasaan tersebut kemudian diikuti oleh masyarakat Jepang terutama pada saat mandi di pemandian umum.



Saat ini, penggunaan yukata semakin meluas, tidak hanya dikenakan pada saat sebelum dan setelah mandi saja. Yukata dikenakan secara luas sebagai pakaian tradisional yang kasual, dan tidak formal seperti kimono. Yukata terutama dikenakan di musim panas dimana pada saat berbagai festival musim panas diadakan.

Perbedaan antara yukata dan kimono selain tingkat formalitas pemakaian adalah dari bahan dan pola atau corak yang digunakan. Pada yukata, biasanya menggunakan bahan dari katun yang cenderung lebih dingin daripada bahan yang dipergunakan untuk membuat kimono, tidak hanya itu penggunaan yukata hanya selapis, sedangkan untuk kimono berlapis-lapis. Oleh karena itu, yukata cenderung digunakan pada saat musim panas.


Yukata lebih memiliki pola motif yang lebih bervariasi apabila dibandingkan dengan kimono, karena motif kimono terkadang merupakan simbol dari keluarga yang menunjukkan status sosial pengguna dalam masyarakat. Bahkan motif yukata untuk perempuan tidak hanya bercorak bunga-bunga saja, saat ini banya yukata yang menggunakan motif yang dianggap kawaii atau lucu dan imut oleh perempuan Jepang, seperti menggunakan karakter anime Hello Kitty, Doraemon, Hamtaro, dan lain-lain.

Sumber:
Aoto, Yasuo. Nippon: The Land and Its People. 1984. Tokyo, Japan: Nippon Steel, pp283.
”Cha No Yu”. Nuansa, April-Mei-Juni 2011, h.21-23.
”Kimono dan Yukata”. Nuansa, Januari-Februari-Maret 2012, h.10-11.
http://www.tempo.co/read/news/2013/04/08/110472040/Ini-Bedanya-Kimono-Dan-Yukata
Aoto, Yasuo. Nippon: The Land and Its People. 1984. Tokyo, Japan: Nippon Steel, pp309. - See more at: http://natachandesu.blogspot.com/2013/06/kodomo-no-uta.html#sthash.6zWo5OFd.dpuf

Aoto, Yasuo. Nippon: The Land and Its People. 1984. Tokyo, Japan: Nippon Steel, pp309. - See more at: http://natachandesu.blogspot.com/2013/06/kodomo-no-uta.html#sthash.6zWo5OFd.dpuf
Read more

Kodomo no Uta (子供の歌)

Pada bahasan kali ini, saya akan membagi pengetahuan mengenai salah satu Kodomo no Uta di Jepang. Kodomo no Uta sendiri dapat kita artikan sebagai lagu anak-anak. Kalau lagu anak-anak di Indonesia, kita semua pasti sudah kenal seperti Balonku Ada Lima, Pelangi-Pelangi dan masih banyak lagi. Namun, anak-anak Indonesia zaman sekarang, hampir tak mengenal lagu-lagu tersebut.

Nah, bagaimana di Jepang? Berbeda dengan Indonesia, di Jepang, lagu-lagu anak-anak terus dipertahankan hingga generasi ke generasi, contohnya seperti  Otsuki-sama Ikutsu (Bulan, Berapakah Usiamu), Ichiban Boshi Mitsuketa (Kutemukan, Bintang Pertama), Zuizuizukkorobashi, Kagome (Burung dalam Sangkar) dan Tooryanse (Biarkan Kami Lewat). Meski irama lagu anak-anak ini tergolong simple dengan lirik lagu yang pendek, lagu -lagu tersebut mengandung bahasa puitis dengan makna yang sangat dalam.

Lagu Anak Jepang yang akan saya bahas kali ini adalah Tooryanse (通りゃんせ).



Tooryanse termasuk dalam warabe uta, yaitu lagu anak tradisional Jepang yang dinyanyikan sambil melakukan permainan tradisional. Lagu Tooryanse ini sendiri juga dipakai oleh rambu lalu lintas Jepang untuk menandakan saat yang aman untuk menyeberang.

Kanji Romaji Terjemahan

通りゃんせ
通りゃんせ
ここはどこの
細通じゃ
天神さまの
細道じゃ
ちっと通して
下しゃんせ

御用のないもの
通しゃせぬ
この子の七つの
御祝いに
御札を納めに
参ります
行きはよいよい
帰りは怖い
怖いながらも
通りゃんせ
通りゃんせ

Tōryanse,
tōryanse
Koko wa doko no
hosomichi ja?
Tenjin-sama no
hosomichi ja
Chitto tōshite
kudashanse

Goyō no nai mono
tōshasenu
Kono ko no nanatsu no
oiwai ni
O-fuda wo osame ni
mairimasu
Iki wa yoi yoi,
kaeri wa kowai
Kowai nagara mo
Tōryanse,
tōryanse

Biarkan kami lewat,
biarkan kami lewat
Kemana jalan sempit
ini menuju?
Ini adalah jalan sempit
ke Kuil Tenjin
Tolong biarkan
kami lewat

Orang yang tak berusaha
tak akan diizinkan lewat
Anak ini sekarang,
berusia tujuh tahun
Kami datang,
membawa persembahan kami
Masuk mungkin mudah,
tetapi pulang akan menakutkan
Sangat menakutkan pun,
Biarkan kami lewat,
biarkan kami lewat

Cara memainkan Tooryanse:

Sambil menyanyikan Tooryanse, dua orang anak saling berhadap-hadapan dan tangan mereka saling berhubungan membentuk sebuah lengkungan untuk membuat semacam gerbang pemberhentian sedangkan anak-anak lain yang tersisa berbaris memutar sambil satu per satu melalui gerbang itu. Anak yang kebetulan berada di bawah lengkungan saat lagu selesai dimainkan maka ia akan tertangkap!


Entah mengapa saya merasa kalau lirik Tooryanse ini sedikit menyeramkan. Bagian lagu ini yang terasa menyeramkan adalah

行きはよいよい, 帰りは怖い (Iki wa yoi yoi, kaeri wa kowai)
Masuk mungkin mudah, tetapi pulang akan menakutkan

Di dalam benak saya terbayang sebuah tempat menakutkan yang menjadi perbatasan antara manusia dan alam gaib. Masuk mungkin gampang, tetapi keluar akan sangat menakutkan.
Mengapa orang Jepang membuat lirik-lirik menyeramkan seperti ini untuk anak-anak? Menurut pendapat saya, orang Jepang menginginkan anak-anak mereka yang mendengar lagu-lagu seram semacam ini menjadi tidak takut lagi karena sudah terbiasa mendengarnya sejak kecil.

Ada yang sadar permainan Tooryanse ini mirip dengan apa? Waktu masih kecil, saya pernah memainkan permainan semacam ini di Kalimantan, judulnya "Ular Naga". Namun sepertinya permainan ini memiliki nama dan lirik lagu yang berbeda pula untuk setiap daerah.
Lagu ini dinyanyikan oleh semua pemain, termasuk pemain yang menjadi gerbang dan dinyanyikan pada saat barisan bergerak melingkar atau menjalar.

-Ular Naga-
Ular naga panjangnya bukan kepalang
Menjalar-jalar selalu kian kemari
Umpan yang lezat, itu yang dicari
Kini dianya yang terbelakang


Ternyata, permainan tradisional anak-anak di Jepang mirip dengan permainan tradisional di Indonesia, ya. Permainan Tooryanse ini juga mirip dengan permainan tradisonal orang Barat berjudul "London Bridge is Falling Down". Namun, sayangnya, permainan tradisional Indonesia ini sudah mulai hilang. Jarang sekali saya melihat anak-anak zaman sekarang memainkan permainan-permainan tradisonal. Perubahan teknologi dan informasi yang cukup pesat, menyebabkan anak-anak zaman sekarang lebih betah untuk tinggal di dalam rumah daripada bermain di luar. Kita seharusya terus menerus mengajarkan kepada generasi selanjutnya mengenai lagu-lagu anak tradisional agar lagu-lagu ini dapat terus hidup dan menjadi kenangan akan masa kecil kita.

Sumber:
Aoto, Yasuo. Nippon: The Land and Its People. 1984. Tokyo, Japan: Nippon Steel, pp309.
http://kagura-sohma.blogspot.com/2011/07/lagu-anak-anak-tradisional-jepang-yang.htm
Read more

Washi Ningyou (和紙人形)


Jepang memiliki berbagai macam tradisi dan budaya yang unik, dimana masing-masing budaya tersebut memiliki arti dan nilainya masing-masing. Kerajinan-kerajinan tangan dari Jepang pun sangat dikenal oleh negara-negara asing. Di samping origami dan ikebana, salah satu kerajinan tangan Jepang yang terkenal adalah Washi Ningyou.

Washi Ningyo berasal dari kanji Wa (和) yang berarti Jepang, dan Shi (紙), yaitu kertas. Sementara Nin (人) berarti orang, dan Gyou (形) adalah bentuk. Apabila disatukan Washi Ningyo berarti bentuk orang dari kertas. Washi nigyou. Washi Ningyo bisa memiliki penampilan tiga dimensi layaknya boneka pada umumnya dan ada pula yang dua dimensi.



Kerajinan Washi Ningyo menggunakan kertas khusus. Washi (和紙) atau wagami adalah kertas yang dibuat dengan metode tradisional di Jepang. Dibandingkan kertas produksi mesin, serat dalam washi lebih panjang sehingga washi bisa dibuat lebih tipis, namun tahan lama (tidak lekas lusuh atau robek).



Di Jepang, washi digunakan dalam berbagai jenis benda kerajinan dan seni seperti origami, shodō dan ukiyo-e. Washi juga digunakan sebagai hiasan dalam agama Shinto, bahan pembuatan patung Buddha, bahan mebel, alas sashimi dalam kemasan, bahan perlengkapan tidur, bahan pakaian seperti kimono, serta bahan interior rumah dan pelapis pintu dorong. Washi digunakan sebagai bahan uang kertas sehingga uang kertas yen terkenal kuat dan tidak mudah lusuh.



Produksi washi sering tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga berharga mahal.
Selain karena harga kertas washi yang mahal, di Indonesia sendiri kualitas kertas washi belum terlalu baik. Kertas washi ada berbagai macam jenis dan memiliki tekstur yang khas. Kertas washi biasanya terbuat dari serat-serat pohon tertentu dan biasanya diproduksi di daerah tertentu saja. Ada ratusan jenis kertas washi, mari kita kenali beberapa diantaranya.



Kertas Sugiharagami (杉原紙)
Kertas Sugihara adalah kertas hand-made dari yang digunakan oleh kekaisaran dan bangsawan dari Periode Heian (794-1185) hingga Periode Muromachi (1338-1573). Di Zaman Meiji (1868-1912) murbei, bahan pembuatan kertas ini mengalami kelangkaan dan produksi menurun. Produksinya kembali berjalan  pada tahun 1970.

Kertas mashi
Mashi adalah kertas yang dibuat dengan cara pembuatan kertas yang paling tua. Bahan baku dari serat pohon Cannabis sativa L. (hemp) dan Boehmeria nivea (sejenis rami), serta jala usang yang tidak bisa lagi dipakai menangkap ikan ditambah kain bekas dari serat rami. Kain bekas dari rami mempunyai serat yang kuat sehingga harus dipotong-potong kecil dulu sebelum direbus atau digiling dengan penggilingan batu.

Kertas kokushi
Kokushi adalah sebutan untuk kertas dengan bahan baku pohon murbei kertas (Broussonetia kazinoki atau dalam bahasa Jepang disebut koku). Bahan baku berasal dari serat kulit dari dahan pohon yang masih muda. Kulit dahan pohon harus direbus dulu sebelum dapat dibuat kertas.

Kertas hishi 雁皮紙 (ganpishi)
Hishi atau ganpishi adalah sebutan untuk jenis kertas dengan bahan baku tanaman perdu Diplomorpha sikokiana (ganpi) atau Edgeworthia chrysantha (mitsumata). Serat kertas pendek-pendek dan permukaan kertas yang halus bercahaya sehingga dikenal sebagai kertas torinoko.

Kertas danshi (michinokugami)
Bahan baku utama adalah kulit dahan yang masih muda dari pohon suku Celastraceae (nishiki). Kertas jenis ini berwarna putih dan tebal.


Kozogami (楮紙)
Kozogami terbuat dari daun mulberry dan merupakan jenis kertas yang umumnya dipakai untuk membuat washi. Kertas ini hampir menyerupai bahan pakaian dan tak cepat rusak jika terkena air.

Mitsumatagami (三 桠 纸)
Mitsumatagami memiliki berwarna seperti gading, permukaan halus dan digunakan untuk shodo serta pencetakan. Pada zaman Meiji, kertas ini digunakan untuk mencetak uang kertas.

Wah, ternyata sangat banyak jenis kertas washi. Karena diolah dengan sangat hati-hati, kertas-kertas tersebut memiliki kualitas tinggi dan menyebabkan harga washi menjadi mahal. Jika ingin mencoba mebuat washi ningyou, kita bisa menggunakan kertas origami. Pilihlah kertas bermotif Jepang, yang bisa Anda dapatkan di toko buku atau pun toko yang menjual barang-barang dari Jepang.


Sumber:
http://news.liputan6.com/read/233393/washi-ningyo-kerajinan-boneka-kertas-jepang
http://en.wikipedia.org/wiki/Washi
http://id.wikipedia.org/wiki/Washi
Read more

Chanoyu (茶の湯)


Pernah dengar kata “Chanoyu”? Chanoyu dikenal sebagai “Upacara Minum Teh” tetapi arti secara harafiahnya adalah ‘air panas untuk teh’. Namun kemudian berkembang lebih luas menjadi upacara minum teh dalam tradisi Jepang, yang sangat dipengaruhi oleh Buddha Zen Itulah sebabnya, dalam chanoyu setiap peserta diharapkan mengalami ketenangan. Karena chanoyu sendiri dianggap sebagai bagian dari meditasi untuk mendapatkan keseimbangan jiwa (ketenangan diri).

Secara sederhana Chanoyu dapat diartikan sebagai perpaduan dari berbagai seni Jepang yang berfokus pada ‘persiapan’ dan ‘penyajian‘ semangkuk teh sepenuh hati. Istilah chanoyu sendiri bisa juga disebut chadou atau sadou. Wa Kei Sei Jaku (keharmonisan, penghormatan, kemurnian dan keterampilan) adalah prinsip yang dipegang teguh para praktisi Chanoyu yang juga dipraktekkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Pada hari ini, saya dan teman-teman berkesempatan untuk melihat sendiri bagaimana tata cara upacara minum teh tersebut. Ruangan kelas kami pun telah berubah menjadi chashitsu (ruang teh). Banyak peralatan untuk upacara minum teh telah berada di kelas. Nah, kali ini, saya ingin membahas apa saja alat-alat untuk upacara minum teh tersebut.

Misonodana

Misonodana adalah 1 set meja/gerobak untuk melakukan upacara teh, terdiri dari 2 buah meja yang saling terhubung dan 2 buah kursi tatami (masing-masing untuk penyaji teh dan asistennya).

Beberapa peralatan yang digunakan dalam upacara minum teh:


1. Chawan (茶碗)
Mangkuk teh (biasanya dengan hiasan di satu sisi untuk menandakan bagian depan mangkuk).

2. Chashaku (茶杓)
Sendok kayu untuk mengambil teh dari Natsume (toples untuk menyimpan bubuk teh).

3. Chasen (茶筅)
Pengaduk teh dari bambu (terdiri dari 2 macam ukuran dengan jumlah ruas bambu yang berbeda yaitu 18 dan 20 ruas)

4. Chakin (茶巾)
Kain katun putih untuk membersihkan chawan



5. Hishaku (柄杓)
Hiskahu  adalah sendok yang terbuat dari bambu untuk mengambil air, baik air panas atau dingin selama proses mengolah teh.

6. Kensui (建水)
Tempat air kotor (setelah dipakai membersihkan chawan)

7. Futaoki (蓋置き)
Futaoki biasanya terbuat dari bambu dan berfungsi sebagai tatakan untuk tutup ketel atau sendok air hishaku yang terbuat dari bambu.

8. Natsume (棗)
Toples kayu tempat menyimpan bubuk teh.


9. Fukusa (袱紗)
Sapu tangan khusus untuk membersihkan Natsume dan Chashaku.


10. Kaishi (懐紙)
 Kertas alas kue



Saat melakukan upacara Chanoyu, kita akan diminta untuk memakan okashi yang rasanya sangat manis sebelum meminum ocha.

Teh yang digunakan adalah teh hijau berbentuk bubuk (Matcha). Digunakan dengan cara menyeduh dengan air mendidih dan mengaduk secara beraturan hingga berbuih menggunakan kuas bambu.



Saat menerima chawan yang sudah berisi matcha, kita harus memutar chawan tersebut searah jarum jam sebanyak 2 kali agar tak mengenai sisi chawan yang bermotif. Begitu pula setelah selesai meminum matcha, saat mengembalikan chawan, kita juga harus memutar kembali chawan tersebut sebanyak 2 kali.

Ini adalah pertama kalinya bagi saya mencoba matcha dari Jepang. Dalam Chanoyu, sebaiknya teh diminum satu kali teguk saja. Namun, karena rasanya yang sedikit pahit, saya tidak bisa meminum langsung semuanya. Entah kenapa, semua teman mengatakan matcha ini enak, tapi jujur saya kurang menyukai rasanya. Bukan karena rasanya yang pahit, tetapi ada sesuatu dari Matcha yang membuat saya enek. Tapi pengalaman melakukan Chanoyu di kampus ini benar-benar pengalaman yang patut dicoba oleh peminat kebudayaan Jepang.

Bagaimana? Apa Anda tertarik untuk melakukan Chanoyu? Di Indonesia sendiri, Japan Foundation membuka kursus Chanoyu untuk umum dengan tujuan agar masyarakat Indonesia dapat mengenal Chanoyu yang merupakan rangkaian seni dan filsafat hidup yang ditampilkan dengan tingkat kesopanan yang sangat tinggi, anggun dan tatakrama menawan.
 Info lebih lengkapnya silakan kunjungi :Kursus Chanoyu

Sumber:
”Cha No Yu”. Nuansa, April-Mei-Juni 2011, h.21-23.
http://www.tealife.biz/tag/%E7%82%B9%E5%89%8D
Read more

Saturday, June 22, 2013

Manga (漫画)


Nah, bagi para pecinta Anime Jepang, pasti sudah tak asing lagi dengan yang satu ini, Manga. Manga (漫画) merupakan kata komik dalam bahasa Jepang. Di luar Jepang, kata tersebut digunakan khusus untuk membicarakan tentang komik Jepang. Perbedaan mendasar antara sebutan komik dan manga adalah perbedaan pengelompokan dimana lebih berfokus pada komik-komik Jepang, sedangkan sebutan komik lebih kepada komik-komik atau karakter komik buatan Amerika dan Eropa.

Manga memiliki ciri khas yang menonjol, di antaranya bentuk mata yang besar, hidung yang mungil, bibir yang tipis, dan bentuk wajah yang oval dan lancip. Para pembuat gambar manga bisa disebut mangaka (漫画家). Setiap mangaka memiliki karakter khas atau gaya gambar masing-masing sehingga orang lain dapat mengenali gayanya tersebut dan juga karakter manga yang dibuatnya. Perkembangan manga di Indonesia sendiri dapat dikatakan cukup pesat. Bila kita pergi ke toko buku, sangat banyak komik, terutama komik dari Jepang ini.


Pada kesempatan kali ini, mari kita bahas perkembangan manga di Indonesia.
Dua penerbit manga terbesar di Indonesia adalah "Elex Media Komputindo" dan "M&C Comics" yang merupakan bagian dari kelompok Gramedia. Sekitar tahun 2005, kelompok Gramedia juga telah menghadirkan Level Comics, yang lebih terfokus pada penerbitan manga-manga bergenre Seinen (dewasa). Disusul dengan terbitnya manga dari Penerbit "3L (Tiga Lancar) Komik" pun menambah luas lingkup manga di Indonesia.

Terdapat beberapa penerbit ilegal di Indonesia, namun tampaknya peredarannya hanya sebatas di wilayah kota kota besar, karena untuk beberapa daerah, contohnya daerah tempat saya tinggal di Kalimantan, sangat sulit dan bahkan tidak ditemukan komik-komik jenis ini. Perbedaan yang mencolok dari penerbit ilegal ini, mereka tampak lebih terbuka terhadap sensor dibandingkan dengan manga terbitan Elex yang jauh lebih ketat dalam hal sensor, dan juga dalam hal kualitas cetakannya.

Dapat dikatakan bahwa manga menjadi salah satu alasan saya memilih jurusan Sastra Jepang, didukung pula dengan perkembangan pesat manga di Indonesia. Manga yang pertama kali saya baca adalah Doraemon karya Fujiko F. Fujio. Kini, siapa yang tak mengenal Doraemon? Doraemon pun telah menjadi karakter manga yang amat disukai di seluruh dunia.



Pada awal penerbitan manga di Indonesia, manga dicetak dengan sistem membaca dari kiri ke kanan, layaknya buku-buku biasa. Namun, sampul dari manga, dicetak seperti buku-buku di Jepang. Cover dari manga dibuat tidak berwarna dan dibungkus dari kertas sampul yang berwarna. Seperti yang dapat kita lihat pada gambar di bawah ini. Ada komik yang berwarna dan tidak.



Seiring dengan perkembangannya, perlahan-lahan sampul komik ini tidak dicetak lagi oleh para penerbit manga di Indonesia, dan mulai menggunakan cover buku Indonesia pada umumnya. Namun, cara membaca manga berubah menjadi cara baca buku Jepang menjadi dari kanan ke kiri. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerancuan informasi antara cerita dan gambar bagi sebagian besar komik, karena naskah komik yang di-flip (ditukar sisi kiri dan sisi kanannya). Bagi orang Indonesia, mungkin cara membaca buku ini agak sulit, namun kini semua manga di Indonesia telah diterbitkan dengan format aslinya, sehingga para pecinta manga pun menjadi terbiasa membaca komik dari kanan ke kiri.


Populernya manga di Indonesia tentu saja menarik produser stasiun televisi untuk menayangkan Anime. Pada awal tahun 90-an, Anime pun mulai populer di Indonesia, namun sekarang kepopuleran Anime dubbing Indonesia menurun, karena banyak orang lebih senang menonton Anime, langsung dari bahasa aslinya, Jepang.

 Opening Anime Hunter x Hunter di salah satu stasiun TV Lokal

Pada awalnya, manga di Indonesia hanya  diterbitkan dalam versi tankouboun (versi jilid berseri). Pada tahun 2004 dimulailah penerbitan majalah komik oleh Elex Media Komputindo seperti Nakayoshi, Shonen Jump, Shonen Magz, dimana majalah komik merupakan cikal bakal para Mangaka dapat menerbitkan tankouboun. Majalah komik ini umumnya memiliki banyak judul manga dengan per judul hanya berisi minimal 1 chapter cerita.


Manga pun menjadi populer di Indonesia. Dapat kita lihat sekarang, semakin banyak orang yang menyukai membaca komik terbitan Jepang ini, mengkoleksinya dan menjadikannya sebagai hobi dan ada pula yang memanfaatkannya sebagai lahan usaha. Kalau di Jepang, ada yang membuat manga kissa (漫画喫茶) yaitu Manga Cafe sebagai tempat membaca manga dengan fasilitas yang lengkap dan nyaman, di Indonesia juga tersebar perpustakaan-perpustakaan komik yang menyewakan komik-komik dari Jepang ini sebagai usaha.



Selain itu, komikus-komikus muda Indonesia yang tertarik dengan manga ini mulai mencoba untuk unjuk gigi mengeluarkan kemampuan mereka menggambar komik. Namun, komikus muda Indonesia, secara tidak langsung, baik tanpa sadar maupun sadar, terpengaruh oleh gaya aliran Jepang (manga) ini yang dianggap menghambat proses pembentukan komik karya "Indonesia".



Yah, kalau menurut pendapat saya sih, hal ini tidak menjadi masalah, selama itu adalah hasil karya murni anak bangsa Indonesia, hanya terpengaruh oleh gaya Jepang, seperti yang saat ini sedang hangat dibicarakan adalah pembuatan film animasi "Battle of Surabaya" yang merupakan film animasi 2D pertama buatan Indonesia. Jika kita melihat cuplikan gambar-gambar dari film ini, pasti kita akan mengira film ini buatan Jepang, karena style gambarnya yang mirip seperti Anime dan Manga. Namun, semoga film ini dapat menjadi cikal bakal industri film 2D di Indonesia.
Untuk lebih lengkapnya silakan kunjungi webiste officialnya di:Battle of Surabaya

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Manga
https://www.facebook.com/BattleOfSurabayaTheMovie
A.R Studio.2012. Drawing Magic Menggambar Manga.Jakarta: Media Kita.
Read more

Friday, June 21, 2013

Nihon Ryouri (日本料理)




Ada dari teman-teman yang belum mengenal kata Sushi (寿司) ? Makanan yang berasal dari Jepang ini telah menarik perhatian masyarakat dunia terutama di Indonesia sendiri. Selain memiliki bentuk yang cantik, kepopuleran sushi ini disebabkan karena makanan ini juga memiliki kandungan gizi yang sehat. 

Namun, pada awalnya, sushi di Indonesia sangat sulit untuk didapat. Selain karena sulit untuk membuatnya, sebagian bahan harus diimpor, dan masih sedikitnya ketertarikan masyarakat pada sushi. Saya sendiri pada awalnya enggan untuk mencoba sushi karena ada sebagian sushi yang mentah ataupun setengah matang. Namun seiring dengan waktu, semakin banyak orang yang mencoba sushi, saya pun jadi ingin mencoba bagaimana rasanya makanan populer Jepang ini. Dan sushi tak seperti yang saya pikirkan sebelumnya. Rasa nasi sushi yang khas dengan rasa asamnya itu, membuat saya ingin menyantap sushi setiap hari :).

Sekarang, sushi segar dapat kita temukan dimana-mana mulai dari restoran sampai supermarket dan gerai-gerai makanan cepat saji. Sushi disajikan dalam acara pesta besar dan juga hingga acara temu keluarga kecil-kecilan. Para turis yang khawatir dengan cita rasa serta kandungan bahan hidangan lokal, memilih mengunjuni restoran sushi yang lebih familiar dengan lidah mereka. Singkatnya, sushi telah menjelma menjadi makanan sehat, aman, dan sedap yang menjadi pilihan generasi sekarang.

Dalam rangka mata kuliah Nihon Bunka Taiken, saya dan teman-teman dari Sastra Jepang Bina Nusantara, berkunjung ke Sushi Tei, sebuah restoran sushi ternama di Indonesia. Di Sushi Tei, kami diperkenalkan berbagai macam jenis sushi dan juga cara membuat sushi tersebut. Pada kesempatan kali ini, saya tidak akan membahas jenis-jenis sushi ataupun cara membuatnya, tetapi saya lebih tertarik untuk membahas pelengkap-pelengkap sushi yang ada di meja restoran Sushi Tei. Saya sendiri hanya mengenal beberapa jenis dari pelengkap sushi ini dan kurang mengetahui apa saja fungsi pelengkap ini. Oleh karena itu, setelah mencari pembahasan dari berbagai sumber, inilah yang dapat saya jabarkan.

Bumbu-bumbu pelengkap sushi adalah sebagai berikut:

 Wasabi

Wasabi adalah bahan makanan pokok yang digunakan dalam menu sushi dan biasanya dipasangkan dengan kondimen lain seperti  jahe, togarashi. Wasabi satu jenis dari sayuran seperti lobak dan sawi. Di Jepang wasabi biasa diolah dengan cara diparut karena bagian tumbuhan wasabi diambil dari akar. (Sushi Tei Indonesia)

Wasabi berwarna hijau. Rasa dan aromanya yang kuat menohok hidung. Biasanya berbentuk pasta, wasabi merupakan akar tanaman keluarga kubis yang mirip dengan horse radish (semacam tanaman lobak). Wasabi sering dijodohkan dengan sushi atau sashimi.

Sedikit saja wasabi mampu melambungkan cita rasa sepotong sushi dari yang luar biasa menjadi luar biasa. Bila Anda tidak ingin menambahkan wasabi pada sushi, sisihkan sedikit ke bagian pinggir hidangan. Alternatif lain, sajikan sushi bersama sedikit shouyu, atau campuran wasabi dan shouyu. Wasabi instan memiliki banyak variasi, sangat mungkin untuk menemukan pasta wasabi yang mengandung wasabi murni, tapi kebanyakan berbahan dasar horse radish. Oleh karena itu, pilihlah wasabi yang terbaik atau buatlah sendiri.

Gari

Selain wasabi, saat makan sushi biasanya ditemani bumbu berwarna merah muda. Namanya gari. Gari merupakan potongan tipis akar jahe yang dibuat acar dengan cuka secara alami berubah menjadi merah jika diacarkan dalam bentuk segar. Gari digunakan sebagai penyegar di antara potongan sushi. Seperti juga wasabi, gari berguna juga sebagai antibakteri, sehingga aman memakan ikan mentah, meski dulu belum ada teknik lemari pendingin. Selain itu bersama wasabi pasta, potongan tipis gari dibentuk cantik hingga bisa menjadi hiasan.


Shichimi Togarashi

Shichimi togarashi yang aslinya berasal dari China, berkembang dan bertahan selama bertahun-tahun menjadi ramuan rempah-rempah Jepang. Bahannya berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat lainnya, sehingga tidak ada datu pun resep yang sama. Bahan-bahan yang biasa digunakan seperti cabai Jepang kering, merica hitam, sansha (merica Jepang), kulit jeruk keprok, wijen hitam dan putih dan serpihan rumput laut kering. Biasanya digunakan untuk memberi rasa pada mi yang hambar seperti udon dan soba, makanan rebus atau panggang lainnya.


Shoyu (soy sauce)

Kecap Jepang dibuat dari kacang kedelai dan gandum yang difermentasikan. Warnanya cokelat tua. Shoyu sudah berkembang sejak abad ke-16. Shoyu dibuat dengan cara merebus kacang kedelai, menghancurkannya, menambahkan air garam dan rice kouji. Campuran ini kemudian direbus lagi hingga mengental menghasilkan ekstrak cairan itulah shoyu. Karena shoyu bisa bertahan lama, simpan dalam lemari pendingin untuk mempertahankan rasanya

Masakan Jepang menggunakan lima bumbu dasar, yaitu garam, gula, cuka, shoyu dan miso. Meski begitu, seperti juga masakan lain, ada berbagai bumbu lain untuk memperkaya rasa. Ternyata selain memberikan aroma atau rasa yang khas, bumbu-bumbu tersebut juga berguna untuk menjaga kesehatan dan pengawet alami. Tak heran orang Jepang tidak ragu menyantap makanan mentah karena bumbu-bumbu tersebut.

Sumber:

Smith, Fiona.2004. Sushi dan Miso Mudah Saji 26 Resep Kilat.Diterjemahkan oleh:Cahyani.Jakarta:Erlangga.
Iboe, Dua Katering.2012.Menu Katering Lunch Box Ala Jepang Bujet Rp 15 Ribuan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
https://www.facebook.com/sushiteiindonesia
Read more
 

Total Pageviews

Flag Counter

free counters

My Blog List

Followers